Sabtu, 01 Desember 2012

KELUARGA SEJAHTERA DAN KEMANDIRIAN KELUARGA


MAKALAH KOMUNITAS II
KELUARGA SEJAHTERA DAN KEMANDIRIAN KELUARGA













Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan  St. Elisabeth
Semarang
2012


Kata Pengantar



Puji dan Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena hanya atas berkat dan campur tangan-Nya maka kami dapat menyelesaikan tugas makalah “keluarga sejahtera dan keluarga mandiri” ini dengan baik. Semoga apa yang kami tulis dapat dimengerti pembaca dan dapat bermanfaat bagi pembaca dalam kehidupan sehari-hari.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mohon kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan makalah ini.











Semarang, 19 september  2012

Penulis














BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar belakang

 Keluarga pada hakekatnya merupakan satuan terkecil sebagai inti dari suatu sistem sosial yang ada dimasyarakat. Sebagai satuan terkecil, keluarga merupakan miniatur dan embrio berbagai unsur sistem sosial manusia. Suasana keluarga yang kondusif akan menghasilkan warga masyarakat yang baik karena dalam keluargalah seluruh anggota keluarga belajar berbagai dasar kehidupan masyarakat.
Perkembangan peradaban dan kebudayaan, terutama sejak IPTEK berkembang secara pesat, baik yang bersifat positif maupun negatif. kehidupan keluargapun banyak mengalami perubahan dan berada jauh dari nilai-nilai keluarga yang sesungguhnya. Dalam kondisi masa kini, yang ditandai dengan modernisasi dan globalisasi, banyak pihak yang menilai bahwa kondisi kehidupan masyarakat dewasa ini berakar dari kondisi kehidupan dalam keluarga (Setiawati, 2009).
Keluarga adalah bagian masyarakat yang peranannya sangat penting untuk membentuk kebudayaan yang sehat. Dari keluarga inilah pendidikan kepada individu dimulai dan dari keluarga akan tercipta tatanan masyarakat yang baik, sehingga untuk membangun suatu kebudayaan maka seyogyanya dimulai dari
B.     Tujuan
1.      Tujuan Umum
·         Makalah ini disusun guna melengkapi tugas mata kuliah komunitas II
2.      Tujuan Khusus
·         Dengan menyusun makalah ini diharapkan kita sebagai perawat dapat lebih berperan dalam komunitas keluarga
·         Agar mahasiswa dapat lebih mengetahui tentang keluarga sejahtera dan kemandirian keluarga
·         Agar mahasiswa dapat mengaplikasikan asuhan keperawatan keluarga di masyarakat pada umumnya.











BAB II
PEMBAHASAN



Istilah-istilah dalam keluarga:
Keluarga Sejahtera
Keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan material yang layak, bertakwa kepada TYME, memiliki hubungan serasi, selaras, dan seimbang antar anggota dan antar keluarga dengan masyarakat dan lingkungan.
Keluarga Berencana
Upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatankesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera.
Kualitas keluarga
Kondisi keluarga yang mencakup aspek pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial budaya, kemandirian keluarga, dan mental spiritual serta nilai-nilai agama yang merupakan dasar untuk mencapai keluarga sejahtera.
Kemandirian keluarga
Sikap mental dalam hal berupaya meningkatkan kepedulian masyarakat dalam pembangunan, mendewasakan usia perkawinanan, membina dan meningkatkan ketahanan keluarga, mengatur kelahiran dan mengembangkan kualitas dan keejahteraan keluarga, berdasarkan kesadaran dan tanggungjawab.
Kemandirian adalah perilaku mampu berinisiatif, mampu mengatasi hambatan atau masalah, mempunyai rasa percaya diri dan dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang lain, hasrat untuk mengerjakan segala sesuatu bagi diri sendiri.
Secara singkat kemandirian mengandung pengertian : Suatu keadaan dimana seseorang yang memiliki hasrat bersaing untuk maju demi kebaikannya Mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi
Memiliki kepercayaan diri dalam mengerjakan tugas-tugasnya Bertanggung jawab terhadap apa yang di lakukannya
Kemandirian merupakan suatu sikap individu yang diperoleh secara kumulatif selama perkembangan dimana individu akan terus belajar untuk bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai situasi di lingkungan sehingga individu pada akhirnya akan mampu berpikir dan bertindak sendiri. Dengan kemandirian seseorang dapat berkembang dengan lebih mantap. Untuk dapat mandiri seseorang membutuhkan kesempatan, dukungan, dan dorongan dari keluarga serta lingkungan di sekitarnya. Agar dapat mencapai otonomi atas diri sendiri. Peran keluarga serta lingkungan di sekitar dapat memperkuat untuk setiap perilaku yang di lakukan. Hal ini dinyatakan pula oleh Robert havighurst bahwa : “Kemandirian merupakan suatu sikap otonomi dimana seseorang secara relatif bebas dari pengaruh penilaian, pendapat dan keyakinan orang lain”. Dengan otonomi tersebut seorang anak diharapkan akan lebih bertanggung-jawab terhadap dirinya sendiri.
Ketahanan Keluarga
Kondisi dinamik sebuah keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan sertamengandung kemampuan fisik-material dan psikis-mental spiritual guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin.
NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera)
       Suatu nilai yang sesuai dengan nilai-nilai agama dan sosial budaya yang membudaya dalam diri pribadi, keluarga, dan masyarakat, yang berorientasi kepada kehidupan sejahtera dengan jumlah anak ideal untuk mewujudkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin.
       Indikator Dan Kriteria Keluarga                                                                                 
Indikator Keluarga Sejahtera pada dasarnya berangkat dari pokok pikiran yang terkandung didalam undang-undang no. 10 Tahun 1992 disertai asumsi bahwa kesejahteraan merupakan variabel komposit yang terdiri dari berbagai indikator yang spesifik dan operasional. Karena indikator yang yang dipilih akan digunakan oleh kader di desa, yang pada umumnya tingkat pendidikannya relatif rendah, untuk mengukur derajat kesejahteraan para anggotanya dan sekaligus sebagai pegangan untuk melakukan melakukan intervensi, maka indikator tersebut selain harus memiliki validitas yang tinggi, juga dirancang sedemikian rupa, sehingga cukup sederhana dan secara operasional dapat di pahami dan dilakukan oleh masyarakat di desa.
Atas dasar pemikiran di atas, maka indikator dan kriteria keluarga sejahtera yang ditetapkan adalah sebagai berikut :

1.    Keluarga Pra Sejahtera
Adalah keluarga yang belum dapat memenuhi salah satu atau lebih dari 5 kebutuhan dasarnya (basic needs). Sebagai keluarga Sejahtera I, seperti kebutuhan akan pengajaran agama, pangan, papan, sandang dan kesehatan.

2.    Keluarga Sejahtera Tahap I
Adalah keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal yaitu:
a.       Melaksanakan ibadah menurut agama oleh masing-masing anggota keluarga.
b.      Pada umumnya seluruh anggota keluarga makan 2 (dua) kali sehari atau lebih.
c.       Seluruh anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk di rumah, bekerja/sekolah dan bepergian.
d.      Bagian yang terluas dari lantai rumah bukan dari tanah.
e.       Bila anak sakit atau pasangan usia subur ingin ber KB dibawa kesarana/petugas kesehatan.

3.    Keluarga Sejahtera tahap II
Yaitu keluarga - keluarga yang disamping telah dapat memenuhi kriteria keluarga sejahtera I, harus pula memenuhi syarat sosial psykologis 6 sampai 14 (a – n) yaitu :
a.       Anggota Keluarga melaksanakan ibadah secara teratur.
b.      Paling kurang, sekali seminggu keluarga menyediakan daging/ikan/telur sebagai lauk pauk.
c.       Seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian baru per tahun.
d.      Luas lantai rumah paling kurang delapan meter persegi tiap penghuni rumah.
e.       Seluruh anggota keluarga dalam 3 bulan terakhir dalam keadaan sehat.
f.       Paling kurang 1 (satu) orang anggota keluarga yang berumur 15 tahun keatas mempunyai penghasilan tetap.
g.      Seluruh anggota keluarga yang berumur 10-60 tahun bisa membaca tulisan latin.
h.      Seluruh anak berusia 5 - 15 tahun bersekolah pada saat ini.
i.        Bila anak hidup 2 atau lebih, keluarga yang masih pasangan usia subur memakai kontrasepsi (kecuali sedang hamil)

4.    Keluarga Sejahtera Tahap III
Yaitu keluarga yang memenuhi syarat 1 sampai 14 dan dapat pula memenuhi syarat 15 sampai 21, syarat pengembangan keluarga yaitu :
a.       Mempunyai upaya untuk meningkatkan pengetahuan agama.
b.      Sebagian dari penghasilan keluarga dapat disisihkan untuk tabungan keluarga untuk tabungan keluarga.
c.       Biasanya makan bersama paling kurang sekali sehari dan kesempatan itu dimanfaatkan untuk berkomunikasi antar anggota keluarga.

d.      Ikut serta dalam kegiatan masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya.
e.       Mengadakan rekreasi bersama diluar rumah paling kurang 1 kali/6 bulan.
f.       Dapat memperoleh berita dari surat kabar/TV/majalah.
g.      Anggota keluarga mampu menggunakan sarana transportasi yang sesuai dengan kondisi daerah setempat.

5.    Keluarga Sejahtera Tahap III Plus
Keluarga yang dapat memenuhi kriteria I sampai 21 dan dapat pula memenuhi kriteria 22 dan 23 kriteria pengembangan keluarganya yaitu :
a.       Secara teratur atau pada waktu tertentu dengan sukarela memberikan sumbangan bagi kegiatan sosial masyarakat dalam bentuk materiil.
b.      Kepala Keluarga atau anggota keluarga aktif sebagai pengurus perkumpulan/yayasan/institusi masyarakat.

6.    Keluarga Miskin
Adalah keluarga Pra Sejahtera alasan ekonomi dan KS - I karena alasan ekonomi tidak dapat memenuhi salah satu atau lebih indikator yang meliputi :
a.       Paling kurang sekali seminggu keluarga makan daging/ikan/telor.
b.      Setahun terakhir seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian baru.
c.       Luas lantai rumah paling kurang 8 M2 untuk tiap penghuni.



7.    Keluarga miskin sekali
Adalah keluarga Pra Sejahtera alasan ekonomi dan KS - I karena alasan ekonomi tidak dapat memenuhi salah satu atau lebih indikator yang meliputi :
a.       Pada umumnya seluruh anggota keluarga makan 2 kali sehari atau lebih.
b.      Anggota keluarga memiliki pakaian berbeda untuk dirumah, bekerja/sekolah dan bepergian.
c.       Bagian lantai yang terluas bukan dari tanah.
Menurut Kantor Menteri Negara Kependudukan/BKKBN (1996), tahapan keluarga sejahtera terdiri dari:
Prasejahtera
Keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal atau belum seluruhnya terpenuhi seperti:spiritual, pangan, sandang, papan, kesehatan dan KB
Sejahtera I
Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya seperti kebutuhan akan pendidikan, KB, interaksi dalam keluarga, interaksi lingkungan tempat tinggal, dan transportasi.
Sejahtera II
Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya dan kebutuhan sosialpsikologisnya tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan pengembangan, seperti kebutuhan untuk menabung dan memperoleh informasi
Sejahtera III
Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar, sosial psikologis dan pengembangan, tetapi belum dapat memberikan sumbangan yang teratur bagi masyarakat atau kepedulian sosialnya belum terpenuhi seperti sumbangan materi, dan berperan aktif dalam kegiatan masyarakat
Sejahtera III plus
Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar, sosial psikologis dan pengembangan,dan telah dapat memberikan sumbangan yang teratur dan berperan aktif dalam kegiatan kemasyarakatan atau memiliki kepedulian sosial yang tinggi.
Dari beberapa pengertian tentang keluarga, maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik keluarga adalah:
ü  Terdiri dari dua orang atau lebih yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan, adopsi
ü  Biasanya anggota keluarga tinggal bersama atau jika terpisah tetap memperhatikan satu sama lain
ü  Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing mempunyai peran sendiri-sendiri
ü  Mempunyai tujuan (menciptakan dan mempertahankan budaya, meningkatkan perkembangan fisik, psikologis dan sosial anggota)
Peran perawat keluarga
Perawatan kesehatan keluarga adalah pelayanan kesehatan yang ditujukan pada keluarga sebagai unit pelayanan untuk mewujudkan keluarga yang sehat. Fungsi perawat membantu keluarga untuk menyelesaikan masalah kesehatan dengan cara meningkatkan kesanggupan keluarga melakukan fungsi dan tugas perawatan kesehatan keluarga. Peran perawat dalam melakukan perawatan kesehatan keluarga adalah sebagai berikut:


ü  Pendidik
ü  Koordinator
ü  Pelaksana
ü  Pengawas kesehatan
ü  Konsultan
ü  Kolaborasi
ü  Fasilitator
ü  Penemu kasus
ü  Modifikasi lingkungan.




ARTIKEL

Senin, 19 September 2011

Program "Keluarga Mandiri, Keluarga Sejahtera"

Meningkatnya pengeluaran keluarga pada saat ini tidak sebanding dengan pendapatan di dalam rumah tangga; Biaya pendidikn anak yang semakin tinggi, harga bahan-bahan pokok yang makin naik, harga BBM yang mahal, biaya Listrik yang Mahal, dan masih banyak lagi biaya-biaya kehidupan yang kesemuanya pada MAHAL. Tentunya keadaan ini bagi masyarakat menengah kebawah yang merupakan penduduk mayoritas terbesar di Indonesia, menjadi sangat-sangat mencekik (khususnya para suami) para kepala keluarga yang notabene sebagai pencari nafkah dalam keluarga.
Keadaan ini di perparah lagi dengan pola pendidikan sejak dahulu sampai sekarang di Indonesia yang mayoritas lembaga pendidikannya mengarahkan para anak didiknya setelah lulus untuk berlomba-lomba mencari pekerjaan (berfikiran STATIS) bukan berlomba-lomba dalam menciptakan lapangan kerja (KREATIF dan INOFATIF). Berfikiran statis menjadi salah satu penyebab pengangguran dan atau kemiskinan merajalela. Karena masyarakat pada umumnya, ketika tidak diterima sebagai pegawai swasta/negri kebanyakan lebih memilih untuk diam sambil menunggu lamaran pekerjaan lainnya di terima. Atau masyarakat pada umumnya, ketika sudah bekerja menjadi pegawai swasta / negeri lebih cenderung untuk STATIS (tidak kreatif dan tidak inofatif) dalam mencari Tambahan Pendapatan, padahal jika kita Kreatif dan Inofatif, banyak sekali peluang-peluang dalam mencari Tambahan Pendapatan yang bisa dilakukan sembari bekerja di tempat kerjaannya atau di luar tempat pekerjaannya.
Bagi masyarakat menengah keatas tentunya tidak menjadi persoalan sekalipun tidak memiliki tambahan pendapatan di luar gaji tetapnya. Tapi bagaimana dengan masyarakat menengah kebawah??? Dengan serba MAHALNYA biaya KEHIDUPAN pada zaman sekarang, tentunya akan jadi persoalan besar jika masyarakat menengah kebawah (khususnya) tidak memiliki Kreatifitas dan Inofasi dalam mencari PENAMBAHAN PENDAPATAN.
Biaya kontrakan??? + Biaya Listrik??? + Biaya transportasi??? + Biaya susu atau dan jajan Anak-anak??? + biaya Masuk dan biaya Keperluan sekolah??? + Biaya Cicilan motor / alat rumah tangga??? + biaya Nabung untuk masa depan??? + biaya tak terduga??? =
TOTAL BIAYA 1 BULAN – TOTAL PENDAPATAN 1 BULAN= (minus atau plus)????
Dengan rincian pengeluaran perbulan seperti yang di perkirakan di atas, berapa sisa pendapatan per bulannya??? Bagaimana dengan perkiraan pendapatan 5 tahun atau 10 tahun atau 15 tahun kedepan??? Akankah masih tetap bekerja (tidak di PHK)??? Bagaimana jika Di PHK??? Bagaimana dengan persiapan biaya pendidikan anak-anak???
Kecerdasan financial: “program keluarga mandiri, keluarga sejahtera” adalah salah satu program peningkatan pendapatan keluarga yang di dapat dari pemanfaatan lingkungan sekitar, dari yang tadinya tidak menghasilkan penambahan pendapatan, menjadi menghasilkan Penambahan pendapatan bahkan bisa melebihi gaji tetapnya, tanpa dipecat dan tanpa banyak mengganggu aktivitas sebelumnya. Program ini juga di harapkan mampu menjawab atas setiap kendala-kendala keuangan keluarga bahkan bisa di jadikan jawaban untuk meningkatkan tarap ekonomi.
Dasar dari adanya program ini adalah di awali dari pola fikir “JUALAN GA JUALAN – TETAP KETEMU ORANG”. Masyarakat pada umumnya kurang bisa memanfaatkan potensi lingkungan sekitar menjadi potensi peningkatan eknomi, padahal tiap hari para bapak ketemu dengan teman/relasi di tempat kerjaannya dan para ibu ketemu dengan tetangga/saudara/relasi di tempat tinggalnya. Yang membedakan antara keluarga yang tidak berjualan (sebagai penambahan pendapatan) dengan keluarga yang berjualan (sebagai penambahan pendapatan) adalah:
Bagi keluarga yang tidak berjualan: dalam satu bulan TIDAK ADA pemasukan/penambahan pendapatan.
Bagi keluarga yang berjualan : dalam satu bulan ADA pemasukan /penambahan pendapatan.
Padahal KESAMAAN antara keluarga yang berjualan dengan keluarga yang tidak berjualan adalah SAMA-SAMA KETEMU ORANG.
Nah persoalannya KENAPA bagi masyarakat menengah kebawah dan tidak berjualan (sebagai penambahan pendapatan) tidak memanfaatkan teman pekerjaannya, tetangga, keluarga dan para relasinya untuk di jadikan sebagai asset PENAMBAHAN PENDAPATAN dengan cara berjualan???
Sebagai contoh 1: Bagi yang sudah punya anak, kalo di hitung pengeluaran mnimal khusus untuk anak balita, tentunya diperkirakan pengeluarannya antara 300.000 s/d 1.000.000,- per bulan (Pengeluaran ini meliputi: biaya susu formula, jajan anak dan kebutuhan anak lainnya). Setiap bulan para keluarga mengeluarkan khusus untuk keperluan anak, nah tentunya akan berbeda jika kebutuhan anak bisa di biayai dari luar gaji tetap (pendapatan tambahan), entah melalui jualan atau dengan cara halal lainnya yang bisa mendapatkan tambahan pendapatan. Dengan metode “kecerdasan Financial” tentunya biaya untuk anak tadi bisa dipergunakan untuk keperluan lainnya atau bahkan bisa di tabung untuk masa depan anak.
Contoh 2: bagi yang tempat tinggalnya ngontrak, kalo di hitung pengeluaran sewa kontrak + biaya listrik, di perkirakan 500.000 s/d 1.000.000,- per bulan. Setiap bulan para keluarga mengeluarkan khusus untuk biaya sewa kontrak + listrik, nah tentunya akan berbeda jika kebutuhan tersebut bisa di biayai dari luar gaji tetap (pendapatan tambahan), entah melalui jualan atau dengan cara halal lainnya yang bisa mendapatkan tambahan pendapatan. Dengan metode “kecerdasan Financial” tentunya biaya untuk sewa kontrak + listrik tadi bisa dipergunakan untuk keperluan lainnya atau bahkan bisa di tabung untuk cicilan beli Rumah.
Selama ini yang menjadi tumpuan utama dalam mencari nafkah keluarga adalah para suami. Memang semestinya demikian, tapi dengan situasi dan kondisi perekonomian yang serba sulit tentunya di perlukan kerjasama antara suami dan istri dan perlu adanya Kecerdasan Financial dalam mewujudkan “keluarga mandiri = keluarga sejahtera.

BAB III
PENUTUP




KESIMPULAN

            Keluarga merupakan bagian terkecil dalam masyarakat. Dalam keperawatan, keluarga merupakan salah satu sasaran asuhan keperawatan. Keluarga memegang peranan penting dalam promosi kesehatan dan pencegahan terhadap penyakit pada anggota keluarganya.Maka dari itu ada nya perawat,karena fungsi  perawat membantu keluarga untuk menyelesaikan masalah kesehatan dengan cara meningkatkan kesanggupan keluarga melakukan fungsi dan tugas perawatan kesehatan keluarga.

SARAN
            Walaupun keluarga hanya sebagian kecil dari masyarakat,tetapi kesehatan dan masalah dalam keluarga harus dijaga untuk memperoleh keluarga yang sejah tera dan mandiri,maka dari itu para keluarga jangan sampai melalaikan kesehatan dan masalah yang lainnya dalam keluarga demi memperoleh kesejahteraan dan mandiri.


















Daftar pustaka



Bailon, S.G. dan Maglaya, A.S.,. 1997. Family health Nursing: The Process. Philiphines: UP College on Nursing Diliman

Potter dan Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik. Jakarta: EGC

Shirley, M. H. H. 1996. Family Health Care Nursing : Theory, Practice, and Research. Philadelphia : F. A Davis Company

Tidak ada komentar:

Posting Komentar