MAKALAH KOMUNITAS II
“KELUARGA SEJAHTERA DAN KEMANDIRIAN KELUARGA”
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan St. Elisabeth
Semarang
2012
Kata Pengantar
Puji dan Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha
Esa karena hanya atas berkat dan campur tangan-Nya maka kami dapat
menyelesaikan tugas makalah “keluarga sejahtera dan keluarga mandiri” ini
dengan baik. Semoga apa yang kami tulis dapat dimengerti pembaca dan dapat
bermanfaat bagi pembaca dalam kehidupan sehari-hari.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu penulis mohon kritik dan saran yang membangun
untuk menyempurnakan makalah ini.
Semarang, 19 september 2012
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Keluarga pada
hakekatnya merupakan satuan terkecil sebagai inti dari suatu sistem sosial yang
ada dimasyarakat. Sebagai satuan terkecil, keluarga merupakan miniatur dan
embrio berbagai unsur sistem sosial manusia. Suasana keluarga yang kondusif
akan menghasilkan warga masyarakat yang baik karena dalam keluargalah seluruh
anggota keluarga belajar berbagai dasar kehidupan masyarakat.
Perkembangan peradaban dan kebudayaan, terutama sejak
IPTEK berkembang secara pesat, baik yang bersifat positif maupun negatif.
kehidupan keluargapun banyak mengalami perubahan dan berada jauh dari
nilai-nilai keluarga yang sesungguhnya. Dalam kondisi masa kini, yang ditandai
dengan modernisasi dan globalisasi, banyak pihak yang menilai bahwa kondisi
kehidupan masyarakat dewasa ini berakar dari kondisi kehidupan dalam keluarga
(Setiawati, 2009).
Keluarga adalah bagian masyarakat yang
peranannya sangat penting untuk membentuk kebudayaan yang sehat. Dari keluarga
inilah pendidikan kepada individu dimulai dan dari keluarga akan tercipta
tatanan masyarakat yang baik, sehingga untuk membangun suatu kebudayaan maka
seyogyanya dimulai dari
B.
Tujuan
1.
Tujuan Umum
·
Makalah ini disusun guna
melengkapi tugas mata kuliah komunitas II
2.
Tujuan Khusus
·
Dengan menyusun makalah ini
diharapkan kita sebagai perawat dapat lebih berperan dalam komunitas keluarga
·
Agar mahasiswa dapat lebih
mengetahui tentang keluarga sejahtera
dan kemandirian keluarga
·
Agar mahasiswa dapat mengaplikasikan
asuhan keperawatan keluarga di masyarakat pada umumnya.
BAB II
PEMBAHASAN
Istilah-istilah dalam keluarga:
Keluarga Sejahtera
Keluarga yang dibentuk berdasarkan atas
perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan material yang
layak, bertakwa kepada TYME, memiliki hubungan serasi, selaras, dan
seimbang antar anggota dan antar keluarga
dengan masyarakat dan lingkungan.
Keluarga Berencana
Upaya peningkatan kepedulian dan peran
serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan
kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatankesejahteraan keluarga
untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera.
Kualitas keluarga
Kondisi keluarga yang mencakup aspek
pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial budaya, kemandirian keluarga, dan mental
spiritual serta nilai-nilai agama yang merupakan dasar untuk mencapai keluarga
sejahtera.
Kemandirian keluarga
Sikap mental dalam hal berupaya
meningkatkan kepedulian masyarakat dalam pembangunan, mendewasakan usia perkawinanan,
membina dan meningkatkan ketahanan keluarga, mengatur kelahiran dan
mengembangkan kualitas dan keejahteraan keluarga, berdasarkan kesadaran dan
tanggungjawab.
Kemandirian adalah perilaku
mampu berinisiatif, mampu mengatasi hambatan atau masalah, mempunyai rasa
percaya diri dan dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang lain, hasrat untuk
mengerjakan segala sesuatu bagi diri sendiri.
Secara singkat kemandirian mengandung pengertian : Suatu keadaan dimana seseorang yang memiliki hasrat bersaing untuk maju demi kebaikannya Mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi
Memiliki kepercayaan diri dalam mengerjakan tugas-tugasnya Bertanggung jawab terhadap apa yang di lakukannya Kemandirian merupakan suatu sikap individu yang diperoleh secara kumulatif selama perkembangan dimana individu akan terus belajar untuk bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai situasi di lingkungan sehingga individu pada akhirnya akan mampu berpikir dan bertindak sendiri. Dengan kemandirian seseorang dapat berkembang dengan lebih mantap. Untuk dapat mandiri seseorang membutuhkan kesempatan, dukungan, dan dorongan dari keluarga serta lingkungan di sekitarnya. Agar dapat mencapai otonomi atas diri sendiri. Peran keluarga serta lingkungan di sekitar dapat memperkuat untuk setiap perilaku yang di lakukan. Hal ini dinyatakan pula oleh Robert havighurst bahwa : “Kemandirian merupakan suatu sikap otonomi dimana seseorang secara relatif bebas dari pengaruh penilaian, pendapat dan keyakinan orang lain”. Dengan otonomi tersebut seorang anak diharapkan akan lebih bertanggung-jawab terhadap dirinya sendiri.
Secara singkat kemandirian mengandung pengertian : Suatu keadaan dimana seseorang yang memiliki hasrat bersaing untuk maju demi kebaikannya Mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi
Memiliki kepercayaan diri dalam mengerjakan tugas-tugasnya Bertanggung jawab terhadap apa yang di lakukannya Kemandirian merupakan suatu sikap individu yang diperoleh secara kumulatif selama perkembangan dimana individu akan terus belajar untuk bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai situasi di lingkungan sehingga individu pada akhirnya akan mampu berpikir dan bertindak sendiri. Dengan kemandirian seseorang dapat berkembang dengan lebih mantap. Untuk dapat mandiri seseorang membutuhkan kesempatan, dukungan, dan dorongan dari keluarga serta lingkungan di sekitarnya. Agar dapat mencapai otonomi atas diri sendiri. Peran keluarga serta lingkungan di sekitar dapat memperkuat untuk setiap perilaku yang di lakukan. Hal ini dinyatakan pula oleh Robert havighurst bahwa : “Kemandirian merupakan suatu sikap otonomi dimana seseorang secara relatif bebas dari pengaruh penilaian, pendapat dan keyakinan orang lain”. Dengan otonomi tersebut seorang anak diharapkan akan lebih bertanggung-jawab terhadap dirinya sendiri.
Ketahanan Keluarga
Kondisi dinamik sebuah keluarga yang
memiliki keuletan dan ketangguhan
sertamengandung kemampuan fisik-material dan psikis-mental spiritual
guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup
harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin.
NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera)
Suatu
nilai yang sesuai dengan nilai-nilai agama dan sosial budaya yang membudaya
dalam diri pribadi, keluarga, dan masyarakat, yang berorientasi kepada
kehidupan sejahtera dengan jumlah anak ideal untuk mewujudkan kesejahteraan
lahir dan kebahagiaan batin.
Indikator Dan Kriteria Keluarga
Indikator
Keluarga Sejahtera pada dasarnya berangkat dari pokok pikiran yang
terkandung didalam undang-undang no. 10 Tahun 1992 disertai asumsi bahwa
kesejahteraan merupakan variabel komposit yang terdiri dari berbagai indikator
yang spesifik dan operasional. Karena indikator yang yang dipilih akan
digunakan oleh kader di desa, yang pada umumnya tingkat pendidikannya relatif
rendah, untuk mengukur derajat kesejahteraan para anggotanya dan sekaligus
sebagai pegangan untuk melakukan melakukan intervensi, maka indikator tersebut
selain harus memiliki validitas yang tinggi, juga dirancang sedemikian rupa,
sehingga cukup sederhana dan secara operasional dapat di pahami dan dilakukan
oleh masyarakat di desa.
Atas
dasar pemikiran di atas, maka indikator dan kriteria keluarga sejahtera yang
ditetapkan adalah sebagai berikut :
1. Keluarga
Pra Sejahtera
Adalah
keluarga yang belum dapat memenuhi salah satu atau lebih dari 5 kebutuhan
dasarnya (basic needs). Sebagai keluarga Sejahtera I, seperti kebutuhan akan
pengajaran agama, pangan, papan, sandang dan kesehatan.
2. Keluarga
Sejahtera Tahap I
Adalah
keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal
yaitu:
a.
Melaksanakan ibadah menurut agama oleh
masing-masing anggota keluarga.
b.
Pada umumnya seluruh anggota keluarga makan
2 (dua) kali sehari atau lebih.
c.
Seluruh anggota keluarga memiliki pakaian
yang berbeda untuk di rumah, bekerja/sekolah dan bepergian.
d.
Bagian yang terluas dari lantai
rumah bukan dari tanah.
e.
Bila anak sakit atau pasangan usia subur
ingin ber KB dibawa kesarana/petugas kesehatan.
3. Keluarga
Sejahtera tahap II
Yaitu
keluarga - keluarga yang disamping telah dapat memenuhi kriteria keluarga
sejahtera I, harus pula memenuhi syarat sosial psykologis 6 sampai 14 (a – n)
yaitu :
a.
Anggota Keluarga melaksanakan ibadah secara
teratur.
b.
Paling kurang, sekali seminggu keluarga
menyediakan daging/ikan/telur sebagai lauk pauk.
c.
Seluruh anggota keluarga memperoleh paling
kurang satu stel pakaian baru per tahun.
d.
Luas lantai rumah paling kurang delapan
meter persegi tiap penghuni rumah.
e.
Seluruh anggota keluarga dalam 3 bulan
terakhir dalam keadaan sehat.
f.
Paling kurang 1 (satu) orang anggota
keluarga yang berumur 15 tahun keatas mempunyai penghasilan tetap.
g.
Seluruh anggota keluarga yang berumur 10-60
tahun bisa membaca tulisan latin.
h.
Seluruh anak berusia 5 - 15 tahun
bersekolah pada saat ini.
i.
Bila anak hidup 2 atau lebih, keluarga yang
masih pasangan usia subur memakai kontrasepsi (kecuali sedang hamil)
4. Keluarga
Sejahtera Tahap III
Yaitu keluarga
yang memenuhi syarat 1 sampai 14 dan dapat pula memenuhi syarat 15 sampai 21,
syarat pengembangan keluarga yaitu :
a.
Mempunyai upaya untuk meningkatkan
pengetahuan agama.
b.
Sebagian dari penghasilan keluarga dapat
disisihkan untuk tabungan keluarga untuk tabungan keluarga.
c.
Biasanya makan bersama paling kurang sekali
sehari dan kesempatan itu dimanfaatkan untuk berkomunikasi antar anggota
keluarga.
d.
Ikut serta dalam kegiatan masyarakat di
lingkungan tempat tinggalnya.
e.
Mengadakan rekreasi bersama diluar rumah
paling kurang 1 kali/6 bulan.
f.
Dapat memperoleh berita dari surat
kabar/TV/majalah.
g.
Anggota keluarga mampu menggunakan sarana
transportasi yang sesuai dengan kondisi daerah setempat.
5. Keluarga
Sejahtera Tahap III Plus
Keluarga
yang dapat memenuhi kriteria I sampai 21 dan dapat pula memenuhi kriteria 22
dan 23 kriteria pengembangan keluarganya yaitu :
a.
Secara teratur atau pada waktu tertentu
dengan sukarela memberikan sumbangan bagi kegiatan sosial masyarakat dalam
bentuk materiil.
b.
Kepala Keluarga atau anggota keluarga aktif
sebagai pengurus perkumpulan/yayasan/institusi masyarakat.
6. Keluarga
Miskin
Adalah
keluarga Pra Sejahtera alasan ekonomi dan KS - I karena alasan ekonomi tidak
dapat memenuhi salah satu atau lebih indikator yang meliputi :
a.
Paling kurang sekali seminggu keluarga
makan daging/ikan/telor.
b.
Setahun terakhir seluruh anggota keluarga
memperoleh paling kurang satu stel pakaian baru.
c.
Luas lantai rumah paling kurang 8 M2 untuk
tiap penghuni.
7. Keluarga
miskin sekali
Adalah
keluarga Pra Sejahtera alasan ekonomi dan KS - I karena alasan ekonomi tidak
dapat memenuhi salah satu atau lebih indikator yang meliputi :
a. Pada
umumnya seluruh anggota keluarga makan 2 kali sehari atau lebih.
b. Anggota
keluarga memiliki pakaian berbeda untuk dirumah, bekerja/sekolah dan bepergian.
c. Bagian
lantai yang terluas bukan dari tanah.
Menurut Kantor Menteri Negara Kependudukan/BKKBN (1996),
tahapan keluarga sejahtera terdiri dari:
Prasejahtera
Keluarga yang belum dapat memenuhi
kebutuhan dasarnya secara minimal atau belum seluruhnya terpenuhi
seperti:spiritual, pangan, sandang, papan, kesehatan dan KB
Sejahtera I
Keluarga yang telah dapat memenuhi
kebutuhan dasarnya secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan sosial
psikologisnya seperti kebutuhan akan pendidikan, KB, interaksi dalam keluarga,
interaksi lingkungan tempat tinggal, dan transportasi.
Sejahtera II
Keluarga yang telah dapat memenuhi
kebutuhan dasarnya dan kebutuhan sosialpsikologisnya tetapi belum dapat
memenuhi kebutuhan pengembangan, seperti kebutuhan untuk menabung dan
memperoleh informasi
Sejahtera III
Keluarga yang telah dapat memenuhi
kebutuhan dasar, sosial psikologis dan pengembangan, tetapi belum dapat
memberikan sumbangan yang teratur bagi masyarakat atau kepedulian sosialnya
belum terpenuhi seperti sumbangan materi, dan berperan aktif dalam kegiatan
masyarakat
Sejahtera III plus
Keluarga yang telah dapat memenuhi
kebutuhan dasar, sosial psikologis dan pengembangan,dan telah dapat memberikan
sumbangan yang teratur dan berperan aktif dalam kegiatan kemasyarakatan
atau memiliki kepedulian sosial yang tinggi.
Dari beberapa pengertian tentang keluarga,
maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik keluarga adalah:
ü
Terdiri dari dua orang
atau lebih yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan, adopsi
ü
Biasanya anggota keluarga
tinggal bersama atau jika terpisah tetap memperhatikan satu sama lain
ü
Anggota keluarga
berinteraksi satu sama lain dan masing-masing mempunyai peran sendiri-sendiri
ü
Mempunyai tujuan
(menciptakan dan mempertahankan budaya, meningkatkan perkembangan fisik,
psikologis dan sosial anggota)
Peran perawat keluarga
Perawatan kesehatan keluarga adalah
pelayanan kesehatan yang ditujukan pada keluarga sebagai unit pelayanan untuk
mewujudkan keluarga yang sehat. Fungsi perawat membantu keluarga untuk
menyelesaikan masalah kesehatan dengan cara meningkatkan kesanggupan
keluarga melakukan fungsi dan tugas perawatan kesehatan keluarga. Peran
perawat dalam melakukan perawatan kesehatan keluarga adalah sebagai berikut:
ü
Pendidik
ü
Koordinator
ü
Pelaksana
ü
Pengawas kesehatan
ü
Konsultan
ü
Kolaborasi
ü
Fasilitator
ü
Penemu kasus
ü
Modifikasi lingkungan.
ARTIKEL
Senin, 19
September 2011
Program "Keluarga Mandiri, Keluarga Sejahtera"
Meningkatnya pengeluaran keluarga pada saat ini tidak sebanding
dengan pendapatan di dalam rumah tangga; Biaya pendidikn anak yang semakin
tinggi, harga bahan-bahan pokok yang makin naik, harga BBM yang mahal, biaya
Listrik yang Mahal, dan masih banyak lagi biaya-biaya kehidupan yang kesemuanya
pada MAHAL. Tentunya keadaan ini bagi masyarakat menengah kebawah yang
merupakan penduduk mayoritas terbesar di Indonesia, menjadi sangat-sangat
mencekik (khususnya para suami) para kepala keluarga yang notabene sebagai
pencari nafkah dalam keluarga.
Keadaan ini di perparah lagi dengan pola pendidikan sejak dahulu
sampai sekarang di Indonesia yang mayoritas lembaga pendidikannya mengarahkan
para anak didiknya setelah lulus untuk berlomba-lomba mencari pekerjaan (berfikiran
STATIS) bukan berlomba-lomba dalam menciptakan lapangan kerja (KREATIF dan
INOFATIF). Berfikiran statis menjadi salah satu penyebab pengangguran dan atau
kemiskinan merajalela. Karena masyarakat pada umumnya, ketika tidak diterima
sebagai pegawai swasta/negri kebanyakan lebih memilih untuk diam sambil
menunggu lamaran pekerjaan lainnya di terima. Atau masyarakat pada umumnya,
ketika sudah bekerja menjadi pegawai swasta / negeri lebih cenderung untuk
STATIS (tidak kreatif dan tidak inofatif) dalam mencari Tambahan Pendapatan, padahal jika kita Kreatif dan Inofatif, banyak
sekali peluang-peluang dalam mencari Tambahan Pendapatan yang bisa dilakukan
sembari bekerja di tempat kerjaannya atau di luar tempat pekerjaannya.
Bagi masyarakat menengah keatas tentunya tidak menjadi persoalan
sekalipun tidak memiliki tambahan pendapatan di luar gaji tetapnya. Tapi
bagaimana dengan masyarakat menengah kebawah??? Dengan serba MAHALNYA biaya
KEHIDUPAN pada zaman sekarang, tentunya akan jadi persoalan besar jika masyarakat menengah kebawah (khususnya) tidak
memiliki Kreatifitas dan Inofasi dalam mencari PENAMBAHAN PENDAPATAN.
Biaya kontrakan??? + Biaya Listrik??? + Biaya transportasi??? +
Biaya susu atau dan jajan Anak-anak??? + biaya Masuk dan biaya Keperluan
sekolah??? + Biaya Cicilan motor / alat rumah tangga??? + biaya Nabung untuk
masa depan??? + biaya tak terduga??? =
TOTAL BIAYA 1 BULAN – TOTAL PENDAPATAN 1 BULAN= (minus atau
plus)????
Dengan rincian pengeluaran perbulan seperti yang di perkirakan di
atas, berapa sisa pendapatan per bulannya??? Bagaimana dengan perkiraan
pendapatan 5 tahun atau 10 tahun atau 15 tahun kedepan??? Akankah masih tetap
bekerja (tidak di PHK)??? Bagaimana jika Di PHK??? Bagaimana dengan persiapan
biaya pendidikan anak-anak???
Kecerdasan financial: “program keluarga mandiri, keluarga sejahtera”
adalah salah satu program peningkatan pendapatan keluarga yang di dapat dari
pemanfaatan lingkungan sekitar, dari yang tadinya tidak menghasilkan penambahan
pendapatan, menjadi menghasilkan Penambahan pendapatan bahkan bisa melebihi
gaji tetapnya, tanpa dipecat dan tanpa banyak mengganggu aktivitas sebelumnya.
Program ini juga di harapkan mampu menjawab atas setiap kendala-kendala
keuangan keluarga bahkan bisa di jadikan jawaban untuk meningkatkan tarap
ekonomi.
Dasar dari adanya program ini adalah di awali dari pola fikir
“JUALAN GA JUALAN – TETAP KETEMU ORANG”. Masyarakat pada umumnya kurang bisa
memanfaatkan potensi lingkungan sekitar menjadi potensi peningkatan eknomi,
padahal tiap hari para bapak ketemu dengan teman/relasi di tempat kerjaannya
dan para ibu ketemu dengan tetangga/saudara/relasi di tempat tinggalnya. Yang
membedakan antara keluarga yang tidak berjualan (sebagai penambahan pendapatan)
dengan keluarga yang berjualan (sebagai penambahan pendapatan) adalah:
Bagi keluarga yang tidak berjualan: dalam satu bulan TIDAK ADA
pemasukan/penambahan pendapatan.
Bagi keluarga yang berjualan : dalam satu bulan ADA pemasukan
/penambahan pendapatan.
Padahal KESAMAAN antara keluarga yang berjualan dengan keluarga yang
tidak berjualan adalah SAMA-SAMA KETEMU ORANG.
Nah persoalannya KENAPA bagi masyarakat menengah kebawah dan tidak
berjualan (sebagai penambahan pendapatan) tidak memanfaatkan teman
pekerjaannya, tetangga, keluarga dan para relasinya untuk di jadikan sebagai
asset PENAMBAHAN PENDAPATAN dengan cara berjualan???
Sebagai contoh 1: Bagi yang sudah punya anak, kalo di hitung
pengeluaran mnimal khusus untuk anak balita, tentunya diperkirakan
pengeluarannya antara 300.000 s/d 1.000.000,- per bulan (Pengeluaran ini
meliputi: biaya susu formula, jajan anak dan kebutuhan anak lainnya). Setiap
bulan para keluarga mengeluarkan khusus untuk keperluan anak, nah tentunya akan
berbeda jika kebutuhan anak bisa di biayai dari luar gaji tetap (pendapatan tambahan),
entah melalui jualan atau dengan cara halal lainnya yang bisa mendapatkan
tambahan pendapatan. Dengan metode “kecerdasan Financial” tentunya biaya untuk
anak tadi bisa dipergunakan untuk keperluan lainnya atau bahkan bisa di tabung
untuk masa depan anak.
Contoh 2: bagi yang tempat tinggalnya ngontrak, kalo di hitung
pengeluaran sewa kontrak + biaya listrik, di perkirakan 500.000 s/d 1.000.000,-
per bulan. Setiap bulan para keluarga mengeluarkan khusus untuk biaya sewa
kontrak + listrik, nah tentunya akan berbeda jika kebutuhan tersebut bisa di
biayai dari luar gaji tetap (pendapatan tambahan), entah melalui jualan atau
dengan cara halal lainnya yang bisa mendapatkan tambahan pendapatan. Dengan
metode “kecerdasan Financial” tentunya biaya untuk sewa kontrak + listrik tadi
bisa dipergunakan untuk keperluan lainnya atau bahkan bisa di tabung untuk
cicilan beli Rumah.
Selama ini yang menjadi tumpuan utama dalam mencari nafkah keluarga
adalah para suami. Memang semestinya demikian, tapi dengan situasi dan kondisi
perekonomian yang serba sulit tentunya di perlukan kerjasama antara suami dan
istri dan perlu adanya Kecerdasan Financial dalam mewujudkan “keluarga mandiri
= keluarga sejahtera.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Keluarga
merupakan bagian terkecil dalam masyarakat. Dalam keperawatan, keluarga
merupakan salah satu sasaran asuhan keperawatan. Keluarga memegang peranan
penting dalam promosi kesehatan dan pencegahan terhadap penyakit pada anggota
keluarganya.Maka dari itu ada nya perawat,karena fungsi perawat membantu keluarga untuk
menyelesaikan masalah kesehatan dengan cara meningkatkan kesanggupan
keluarga melakukan fungsi dan tugas perawatan kesehatan keluarga.
SARAN
Walaupun
keluarga hanya sebagian kecil dari masyarakat,tetapi kesehatan dan masalah
dalam keluarga harus dijaga untuk memperoleh keluarga yang sejah tera dan
mandiri,maka dari itu para keluarga jangan sampai melalaikan kesehatan dan
masalah yang lainnya dalam keluarga demi memperoleh kesejahteraan dan mandiri.
Daftar pustaka
Bailon,
S.G. dan Maglaya, A.S.,. 1997. Family health Nursing: The Process.
Philiphines: UP College on Nursing Diliman
Potter dan Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses dan Praktik. Jakarta: EGC
Shirley,
M. H. H. 1996. Family Health Care Nursing : Theory, Practice, and
Research. Philadelphia : F. A Davis Company
Tidak ada komentar:
Posting Komentar